Pages

Sabtu, 20 November 2010

Industri Jepara

Kabupaten Jepara memiliki luas wilayah 100.413.189 hektare atau 1.004,13 km persegi terletak pada posisi 3 23’ 20” sampai 4 9’ 35” bujur timur dan 5 43’ 30” sampai 6 47’ 44” lintang selatan. Daerah ini berbatasan dengan Kabupaten Demak di sisi selatan, Kabupaten Pati dan Kudus di sebelah timur, dan laut Jawa di sebelah utara dan barat.

Dikaitkan dengan bentuk pulau Jawa, posisi itu sebenarnya kurang menguntungkan. Berada di ujung utara Pulau Jawa menjadikan Jepara tak terlewati jalur utama pantura. Namun posisi geografis ini justru menjadikan masyarakat Jepara kreatif mencari keunggulan kompetitif atas hasil karya mereka dalam mengembangkan perekonomian.

Sektor yang paling banyak digeluti adalah industri pengolahan. Ketekunan masyarakat dalam mengembangkan produk akhir di sektor ini, menjadikan produk mereka memiliki keunggulan kualitas dibanding daerah lain. Indikasinya adalah tingkat penerimaan pasar internasional terhadap produk industri pengolahan dari Jepara.

Dimotori industri furniture (mebel dan ukir), berbagai produk industri Jepara saat ini tercatat telah menembus pasar ekspor di seratus lebih negara di dunia. Di luar industri kayu, Kabupaten Jepara setidaknya memiliki 10 jenis industri lain yang menjadikan industri pengolahan mampu menjadi penopang ekonomi masyarakat. Hampir seluruh industri ini berskala Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Tingginya kontribusi sektor pengolahan terhadap pengembangan perekonomian daerah dapat dilihat dari besarnya kontribusi sektor ini terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, pada akhir tahun 2008 kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB tetap yang terbesar, yakni 27 persen (atas dasar harga berlaku). Berikutnya baru sektor pertanian (21,87 persen), sektor perdagangan, hotel, dan restoran (20,94 persen), sektor jasa-jasa (10 persen), dan sektor-sektor lain.

Indikasi lainnya adalah jumlah unit usaha yang sedemikian besar, serta ketersediaan lapangan kerja yang terlihat dari besarnya serapan tenaga kerja ke sektor tersebut. Tak dapat dimungkiri, sektor industri pengolahan telah menjadi sandaran utama bagi hajat hidup warga Jepara yang saat ini berjumlah 1.090.000 jiwa.

Berikut beberapa jenis industri yang berkembang di Jepara, sampai dengan akhir tahun 2008. Data yang disajikan merupakan angka yang dicatat di akhir tahun tersebut.

Furniture dan Ukir Kayu

Industri ini merupakan ikon kota Jepara, yang kemudian menghadirkan jatidiri “Jepara Kota Ukir”. Salah satu tonggak pencapaian pasar internasional dalam industri ini adalah ketika RA. Kartini mengenalkan produk perajin binaannya kepada kawan-kawannya di berbagai kota di Indonesia, termasuk di Belanda.

Puncak kejayaan industri ini justru terjadi di seputar tahun 1999 saat Indonesia diguncang oleh krisis menoter. Industri yang tersebar di hampir semua kecamatan di Jepara, sampai dengan tahun 2008 tercatat telah dipasarkan di 110 negara tujuan ekspor dengan jumlah eksporter yang mencapai 248 perusahaan. Mereka tak hanya terdiri dari pengusaha dalam klasifikasi PMDN, namuan juga PMA. Sedangkan jumlah unit usaha yang eksis berjumlah 3.821 unit. Tak heran jika serapan tenaga kerja ke industri ini sangat besar, yakni 50.668 orang. Di tahun 2008 volume produksi yang dihasilkan mencapai 2,667 juta buah/set dengan nilai produksi sebesar Rp. 1,2 triliun,-. Sedangkan nilai investasi tertanam sebesar Rp. 164 miliar.

Kerajinan Kayu

Di luar furniture, industri pengolahan kayu di Jepara juga dikembangkan dalam produk kerajinan, termasuk souvenir dan patung. Terdapat 157 unit usaha yang menggeluti jenis industri ini.

Selain di Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara yang juga merupakan sentra patung kayu, jenis industri ini dikembangkan perajin di Desa Kawak dan Lebak (Pakis Aji), Bendengan (Jepara), dan Karimunjawa. Sebanyak 1.095 pekerja yang menggeluti industri ini sepanjang tahun 2008 tercatat menghasilkan 418.737 set / buah produk. Dari produk itu nilai produksi yang dihasilkan adalah sebesar Rp. 3.349.900.000,-.

Konsumen di luar negeri memberikan kepercayaan pada perajin di Jepara karena mereka memiliki keunggulan kompetitif yang jauh lebih baik dibanding produsen di tempat lain. Kehalusan finishing dan detail produk yang jauh lebih baik, telah memberikan daya tarik yang luar biasa bagi peminat produk di berbagai belahan dunia.

Kerajinan Rotan

Di Jepara, pengembangan kerajinan rotan tak hanya tersedia dalam produk akhir yang pure berbahan baku jenis ini. Pada berbagai produk seperti furniture, hiasan interior, perkakas, dan souvenir, rotan banyak dipadukan dengan beberapa bahan baku lain. Konsentrasi industri ini berada di Kecamatan Welahan, tepatnya di Desa Sidigede dan Telukwetan.

Produk akhir yang berkualitas tinggi membuat industri ini juga diterima di pasar internasional, khususnya Korea Selatan dan Cina. Selain desain produk kreasi perajin, pembeli juga bisa memesan barang dengan desain yang dibawa sendiri. Perajin sudah terbiasa dengan pesanan dari buyers yang langsung ke lokasi sentra.

Tak heran jika investasi yang tertanam di industri ini terus meningkat hingga mencapai Rp. 107,7 juta pada akhir 2008. Sebanyak 352 unit usaha yang ada mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 2.468 orang. Mereka menghasilkan 2 juta buah / set produk dengan nilai Rp.3,2 miliar.

Tenun Troso

Sesuai dengan namanya, kerajinan Tenun Ikat Troso digeluti oleh warga Desa Troso, Kecamatan Pecangaan. Dari kota Jepara, desa industri ini berjarak sekitar 15 km. arah tenggara. Keterampilan membuat tenun ikat sudah dimiliki oleh warga Desa Troso sejak tahun 1935 yang bermula dari Tenun Gendong warisan turun-temurun.Tahun 1943 mulai berkembang Tenun Pancal dan kemudian pada tahun 1946 beralih menjadi Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), hingga sekarang. Keterampilan ini terus berkembang. Varian produk-produk baru berhasil dimunculkan para perajin seiring perkembangan jaman. Setelah serangkaian pameran disertai upaya peningkatan kualitas sesuai dengan permintaan pasar, industri kerajinan ini semakin dikenal, bukan saja di dalam negeri tetapi juga pasar internasional. Pengusaha mengandalkan pintu pasar di Bali, Jogjakarta, dan Jakarta.

Perkembangan tenun ikat Troso ini dapat dilihat dari jumlah unit usahanya yang mencapai 250 buah yang mampu menyerap lebih dari 2.500 tenaga kerja. Nilai produk yang dihasilkan sepanjang tahun 2008 mencapai lebih dari Rp. 221 miliar. Di Jepara, tenun Troso merupakan seragam resmi PNS dan karyawan BUMD setiap hari Kamis – Sabtu. Setelah diberlakukan lima hari kerja, tenun Troso dipakai sebagai seragam pada hari Kamis dan Jum’at.

Kerajinan Monel

Sebagai pemudah identifikasi di tanah suci, jamaah haji asal Indonesia pernah diwajibkan mengenakan gelang monel dari Jepara. Ini dapat dipahami sebagai bentuk pengakuan atas kualitas produk tersebut.

Desa Kriyan, Kecamatan Kalinyamatan merupakan sentra industri ini. Meski demikian, kerajinan monel juga ditekuni warga desa-desa sekitar, seperti Robayan, Margoyoso, Krasak, dan Gemulung. Setidaknya terdapat 184 unit usaha kerajinan monel yang ditekuni oleh 711 pekerja dengan nilai produksi mencapai Rp. 389 juta.

Kerajinan Gerabah

Kerajinan gerabah keramik berkembang di Desa Mayong Lor Kecamatan Mayong. Berbagai produk dengan kualitas yang baik dihasilkan oleh masyarakat setempat untuk memenuhi permintaan pasar. Jika pada tahun 2005 jumlah unit usaha di industri ini tercatat 43 unit, maka sampai akhir tahun 2008 terdapat tambahan lima unit usaha baru menjadi 48. Indsutri ini juga menjadi sandaran hidup bagi 200 tenaga kerja yang terserap. Intensitas produksi yang cukup tinggi menjadikan nilai produksi industri ini sanggup menembus angka Rp. 389 miliar sepanjang tahun 2008.

Kerajinan Genteng

Perkembangan lebih besar pada pengolahan industri berbahan dasar tanah terjadi untuk jenis produk genteng. Produk ini menjadi lapangan kerja bagi 4.100 orang di Desa Mayong Lor, Mayong Kidul, dan Jatisari, kecamatan Welahan.

Banyaknya tenaga kerja terserap karena jumlah unit usaha industri ini juga besar, yakni 685 unit yang mampu menghasilkan lebih dari 1,1 juta buah produk senilai Rp. 389 miliar sepanjang tahun 2008.

Rokok Kretek

Di awal perkembangannya, home industri rokok kretek sempat menyerap puluhan ribu tenaga kerja. Namun seiring ketatnya regulasi cukai, saat ini tinggal 794 tenaga kerja yang berhasil diserap olah 100 unit usaha yang berada di Desa Robayan, Kecamatan Kalinyamatan dan sekitarnya. Keunggulan produk ini adalah pada tingkat harga yang relatif murah sehingga memiliki segmen pasar yang berbeda dengan bidikan pabrik sekala besar.

Industri Lain

Di luar industri olahan tersebut di atas, Jepara juga memiliki sentra konveksi di Desa Sendang. Industri ini mampu menyerap 3.491 tenaga kerja karena telah berkembang di desa-desa lain.

Industri ini berkembang di 506 unit usaha. Industri makanan juga menjadi salah satu lapangan kerja di Jepara. Industri ini bahkan menyerap 6.440 tenaga kerja yang bekerja di 1.280 unit usaha. Sentra utama industri ini sejatinya berada di Desa Bugo Kecamatan Welahan, namun di desa-desa lain di Jepara juga tumbuh dengan baik. Delama skala yang bervariasi, industri kerajinan lain juga banyak dijumpai di Jepara.

Keragaman produk industri yang ada di Jepara menjadikan sektor industri pengolahan mampu menopang ekonomi masyarakat. Indikasi ini tak hanya terekam dari sumbangan sektor industri pengolahan pada PDRB Jepara. Dinas Industri dan Perdagangan Kabupaten Jepara pada akhir tahun 2008 mencatat data ekspor yang cukup tinggi, dari keseluruhan produk tersebut.

Dari daerah di ujung utara pulau Jawa, tercatat 259 perusahaan yang memiliki pasar di luar negeri. Dari jumlah tersebut, mayoritas eksporter adalah perusahaan furniture yang memang telah lama menjadi motor. Mereka mampu menjamah pasar di 111 negara di berbagai belahan dunia. Dengan volume yang mencapai 42.286.091,96 kg, nilai ekspor yang dihasilkan dari keseluruhan produk industri pengolahan Jepara pada tahun 2008 mencapai US $ 109,886 juta, atau mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yang hanya US $ 104 juta.

Kenaikan ini mengindikasikan kebangkitan kembali industri pengolahan Jepara yang sempat terhimpit persaingan global karena lemahnya daya saing dengan harga produk sejenis dari negara-negara lain.

Dari sisi pertumbuhan ekonomi, sektor ini tentu saja sangat berpengaruh dalam memastikan ekonomi terus tumbuh dan berkembang. Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi di Jepara stabil di atas kisaran empat persen. Pertumbuhan tersebut adalah 4 % pada tahun 2004, lalu 4,23 % (2005), dan 4,19 % pada tahun 2006.

Sedangkan pada tahun 2007 dan 2008 pertumbuhan tersebut mencapai 4,74 persen dan 4,49 persen. Angka ini diperolah dari catatan BPS yang dipublikasikan secara resmi pada bulan Agustus 2009.

0 komentar:

Posting Komentar